PERTANIAN ORGANIK DAN PERTANIAN
BERKELANJUTAN
Oleh:
Nama :
DEVI LIANA
NIM :
D1A011033
Kelas :
AGROEKOTEKNOLOGI B
Dosen pembimbing : Dr. Sunarti, Sp.,Mp
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2011/2012
BAB
I
PENGERTIAN
1.1 Pengertian Pertanian Organik
Pertanian organik ditakrifkan sebagai suatu sistem produksi
pertanaman yang berasaskan daur-ulang hara secara hayati. Daur-ulang hara dapat
melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu
memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Daur-ulang hara merupakan
teknologi tradisional yang sudah cukup lama dikenal sejalan dengan berkembang
peradaban manusia, terutama di china (Rachman, 2002:1).
Konsep sistem pertanian organik sudah sering dibahas pada
berbagai pertemuan ilmiah, misalnya seminar, lokakarya, dan sarasehan, yang
menggunakan tajuk pertanian organik (organik
farming) atau pertanian ramah lingkungan. Secara teoritis banyak pakar
petanian ataupun ekologi yang sepaham bahwa siatem pertanian organik merupakan
salah satu alternatif solusi atas kegagalan sistem pertanian industrial.
Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian
organik merupakan “hukum pengembalian (low of
return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan
semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah
pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada
tanaman.
Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan
prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan
makanan untuk tanaman (feeding the soil
that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.
Von Uexkull (1984) memberikan istilah “membangun kesuburan tanah”. Strategi
pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos,
dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami
proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain,
unsur hara didaur-ulang melalui satu
atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda
sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara
cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran
dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Secara teknis, sistem pertanian organik merupakan suatu sistem
produksi pertanian di mana bahan organik, baik makhluk hidup maupun yang sudah
mati, menjadi faktor penting dalam proses produksi usaha tani tanaman,
perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Penggunaan pupuk organik
(alami atau buatan) dan pupuk hayati serta pemberantasan hama, penyakit, dan
gulma secara biologis adlah contoh-contoh aplikasi sistem pertanian organik
(Sugito dkk., 1995).
1.2 Pengertian Pertanian Berkelanjutan
Pada hakikatnya, sistem
petanian yang berkelanjutan adalah back
to nature, yakni sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi,
selaras, dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk
pada kaidah-kaidah alamiah. Upaya manusia yang mengingkari kaidah-kaidah
ekosistem dalam jangka pendek mungkin mampu memacu produktivitas lahan dan
hasil. Namun, dalam jangka panjang biasanya hanya akan berakhir dengan
kehancuran lingkungan. Kita yakin betul bahwa hukum alam adalah kuasa Tuhan.
Manusia sebagai umat-Nya hanya berwenang menikmati dan berkewajiban menjaga
serta melestarikannya (Karwan, 2003:1).
Konsep pertanian yang berkelanjutan terus berkembang,
diperkaya, dan dipertajam dengan kajian pemikiran, model, metode, dan
teori-teori dari berbagai disiplin ilmu sehingga menjadi suatu kajian ilmu
terapan yang diabdikan bagi kemaslahatan umat manusia untuk generasi sekarang
dan mendatang. Pertanian berkelanjutan dengan pendekatan sistem dan bersifat
holistik mempertautkan berbagai aspek dan disiplin ilmu lain yang sudah mapan,
antara lain ekologi, sosial, ekonomi dan kelembagaan.
BAB
II
CIRI-CIRI
PERTANIAN ORGANIK
Ciri
– Ciri Pertanian Organik:
1.
Melindungi kesuburan tanah dengan mempertahankan
kadar bahan organik, dan tidak menggunakan alat-alat mekanisasi secara
sembarangan.
2.
Menyediakan sendiri unsur nitrogen melalui
pengikatan nitrogen secara biologis dengan tanaman leguminosa.
3.
Mendaur ulang secara efektif bahan organik dari sisa tanaman dan limbah
ternak.
4.
Membantu perkembangan aktivitas biologi tanah.
5.
Mengendalikan gulma dan hama penyakit dengan rotasi
tanaman, predator, dan varietas tanaman yang tahan.
6. Menyuarakan aspek
lingkungan, sosial dan ekonomi berkesinambungan
7. Aspek alamiah dan kondisi
lingkungan sekitar merupakan sumber penunjang produksi yang utama.
8. mengurangi penggunaan bahan
penunjang dari luar.
9. Mendaur ulang nutrisi atau
unsur hara dari dalam tanah.
BAB
III
CIRI-CIRI
PERTANIAN BERKELANJUTAN
Menurut
Technical Advisorry Committee of the CGIAR (TAC-CGIAR, 1988), “pertanian
berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian
guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau
meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam”.Ciri-ciri
pertanian berkelanjutan:
• Mantap secara ekologis, yang berarti kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan – dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Dua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman dan hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumberdaya lokal digunakan secara ramah dan yang dapat diperbaharui.
• Dapat berlanjut secara ekonomis, yang berarti petani mendapat penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan, dan dapat melestarikan sumberdaya alam dan meminimalisasikan risiko.
• Adil, yang berarti sumberdaya dan kekuasaan disistribusikan sedemikian rupa sehingga keperluan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi dan begitu juga hak mereka dalam penggunaan lahan dan modal yang memadai, dan bantuan teknis terjamin. Masyarakat berkesempatan untuk berperanserta dalam pengambilan keputusan, di lapangan dan di masyarakat.
• Manusiawi, yang berarti bahwa martabat dasar semua makhluk hidup (manusia, tanaman, hewan) dihargai dan menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar (kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama, rasa sayang) dan termasuk menjaga dan memelihara integritas budaya dan spiritual masyarakat.
• Luwes, yang berarti masyarakat desa memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan ubahan kondisi usahatni yang berlangsung terus, misalnya, populasi yang bertambah, kebijakan, permintaan pasar, dll.
• Mantap secara ekologis, yang berarti kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan – dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Dua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman dan hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumberdaya lokal digunakan secara ramah dan yang dapat diperbaharui.
• Dapat berlanjut secara ekonomis, yang berarti petani mendapat penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan, dan dapat melestarikan sumberdaya alam dan meminimalisasikan risiko.
• Adil, yang berarti sumberdaya dan kekuasaan disistribusikan sedemikian rupa sehingga keperluan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi dan begitu juga hak mereka dalam penggunaan lahan dan modal yang memadai, dan bantuan teknis terjamin. Masyarakat berkesempatan untuk berperanserta dalam pengambilan keputusan, di lapangan dan di masyarakat.
• Manusiawi, yang berarti bahwa martabat dasar semua makhluk hidup (manusia, tanaman, hewan) dihargai dan menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar (kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama, rasa sayang) dan termasuk menjaga dan memelihara integritas budaya dan spiritual masyarakat.
• Luwes, yang berarti masyarakat desa memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan ubahan kondisi usahatni yang berlangsung terus, misalnya, populasi yang bertambah, kebijakan, permintaan pasar, dll.
Selain itu, ciri
pertanian berkelanjutan antara lain:
1. Secara ekonomi menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan (economically viable). Petani mampu
menghasilkan keuntungan dalam tingkat produksi yang cukup dan stabil, pada
tingkat resiko yang bisa ditolerir/diterima.
2. Berwawasan ekologis (ecologically
sound). Kualitas agroekosistem dipelihara atau ditingkatkan, dengan menjaga
keseimbangan ekologi serta konservasi keanekaragaman hayati. Sistem pertanian
yang berwawasan ekologi adalah sistem yang sehat dan mempunyai ketahanan yang
tinggi terhadap tekanan dan gangguan (stress dan shock).
3. Berkeadilan sosial. Sistem pertanian yang menjamin terjadinya keadilan
dalam akses dan kontrol terhadap lahan, modal, informasi, dan pasar, bagi yang
terlibat tanpa membedakan status sosial-ekonomi, gender, agama atau kelompok
etnis.
4. Manusiawi dan menghargai budaya lokal. Menghormati eksistensi dan
memperlakukan dengan bijak semua jenis mahluk yang ada. Dalam pengembangan
pertanian tidak melepaskan diri dari konteks budaya lokal dan menghargai
tatanan nilai, spirit dan pengetahuan lokal
5. Mampu berdaptasi (adaptable). Mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi
yang selalu berubah, seperti pertumbuhan populasi, tantangan kebijaksanaan yang
baru dan perubahan konstalasi pasar.
BAB
IV
INDIKATOR
PERTANIAN ORGANIK DAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
4.1
Indikator
Pertanian Organik
·
Kandungan
hara rendah. Kandungan hara pupuk organik pada
umumnya rendah tetapi bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya.
Kandungan hara yang rendah berarti biaya untuk setiap unit unsur hara yang
digunakan nisbi lebih mahal.
·
Ketersediaan
unsur hara lambat. hara yang berasal dari bahan organik
diperlukan untuk kegiatan mikrobia tanah untuk dialihrupakan dari bentuk ikatan
kompleks organik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk
senyawa organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman.
Kebanyakan unsur di dalam tanah biasanya dalam bentuk unsur tersedia dari hasil
perombakan bahan organik.
·
Menyediakan
hara dalam jumlah terbatas. Penyediaan hara yang
berasal dari pupuk organik biasanya terbatas dan tidak cukup dalam menyediakan
hara yang diperlukan tanaman.
4.2
Indikator
Pertanian Berkelanjutan
Indikator pertanian berkelanjutan antara lain:
1.
Ekologi
Yang
berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan
agroekosistem secara keseluruhan dari manusia, tanamnan, dan hewan sampai
organisme tanah ditingkatkan. Kedua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola
dan kesehatan tanaman, hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses
biologis (regulasi sendiri). Sumber daya local dipergunakan sedemikian rupa
sehingga kehilangan unsur hara, biomassa, dan energi bisa ditekan serendah
mungkin serta mampu mencegah pencemaran. Tekanannya adalah pada penggunaan
sumber daya yang bisa diperbaharui. Dengan kata lain, indikator ekologi tidak
menimbulkan degradasi dan tidak menimbulkan emisi.
Sistem
pertanian yang bernuansa ekologis sebaiknya mengintegrasiakan sistem ekologi
secara luas dan memusatkan perhatian pada upaya perawatan dan perbaikan sumber
daya pertanian. Dalam prakteknya, penyimpangan terhadap kaidah-kaidah ekologi
hanya akan memberikan dampak buruk bagi keseimbangan lingkungan.
2.
Sosial
Sistem
pertanian yang diterima secara sosial sangat menjunjung tinggi hak-hak individu
petani, baik sebagai pelaku utama maupun sebagai bagian dari anggota sistem
masyarakat secara keseluruhan. Sistem masyarakat pertanian mampu mengakses
sumber-sumber informasi, pasar, ataupun kelembagaan pertanian. Perlakuan
pelayanan pemerintah tidak dapat dibedakan atas dasar jenis kelamin, status,
agama, atau etnis tertentu. Sistem sosial juga harus menjamin keberlanjutan
pertanian antargenerasi; dengan keyakinan bahwa generasi sekarang menitipkan
dan mewariskan bumi ini kepada generasi yang akan datang.
3.
Ekonomi
Sistem
pertanian harus secara rasional mampu menjamin kehidupan ekonomi yang lebih
baik bagi petani dan keluarganya; paling tidak usaha pertanian harus mampu
menyediakan bahan pangan dan kebutuhan dasar lainnya. Kelayakan secara ekonomi
juga berarti aktivitas pertanian harus mampu menekan biaya eksternalitas
sehingga tidak merugikan masyarakat dan lingkungan.
4.
Kelembagaan
Aspek
kelembagaan ini dapat berupa kelembagaan pemerintah (formal) ataupun
non-pemerintah (informal) tergantung dari segi kepentingannya. Aspek
kelembagaan sangat penting bukan hanya dilihat dari segi ekonomi pertaniaan
secara keseluruhan, tetapi juga segi ekonomi pedesaan.
Mosher
(1974) mengidentifikasi bahwa aspek kelembagaan merupakan hal pokok yang
diperlukan agar struktur pembangunan perdesaan dapat menjadi maju. Menurut
Mosher, ada tiga diantara lima syarat pokok yang dikategorikan sebagai aspek
kelembagaan dalam Struktur Perdesaan Maju.
Tiga
syarat pokok tersebut antara lain berikut ini.
1. Pasar
Hal
ini penting bagi petaniuntuk dapat membeli kebutuhan faktor produk seperti
bibit, pupuk, obat-obatan, dan sebagainya. Pasar juga berfungsi sebagai tempat
petani menjual hasil pertaniannya, dan bahkan, juga sekaligus tempat untuk
membeli kebutuhan konsumsi.
2. Pelayanan
Penyuluhan
Kelembagaan
tersebut penting bagi petani untuk menerapkan teknologi baru yang ingin
dicobanya.
3. Pengkreditan
Lembaga
tersebut harus dapat terjangkau oleh petani, bukan saja tersedia waktu petani
memerlukannya, tetapi juga murah. Kredit diperlukan oleh petani untuk membeli
faktor produksi dan menerapkan teknologi baru.
Beberapa
pakar ekonomi lingkungan mencoba mengembangkan suatu pendekatan dan menyusun
indikator untuk menilai keragaman suatu sistem pertanian. Conway (1978)
mengilustrasikan pembangunan agroekosistem setidaknya harus memenuhi empat
indikator , yaitu sebagai berikut:
·
Produktivitas, sistem pertanian
merupakan upaya peningkatan produksi per satuan waktu. Produktivitas hasil
panen diperoleh dengan cara menambah biaya input atau adopsi teknologi baru,
misalnya program intensifikasi atau mekanisasi pertanian.
·
Stabilitas, sistem pertanian
menggambarkan fluktuasi produksi hasil panen setiap waktu yang disebabkan oleh
perubahan agroekosistem atau serangan hama dan penyakit. Pada waktu
agroekosistem cukup baik dan tidak ada serangan hama dan penyakit, pada umumnya
produksi lebih tinggi.
·
Sustainabilitas,merupakan gambaran
ketahanan sistem budi daya pertanian terhadap perubahan lingkungan atau
ekonomi. Perubahan itu dibedakan menjadi dua tipe, yaitu perubahan yang
bersifat menekan (stress) dan
perubahan yang bersifat mengejutkan (shock). Perubahan yang bersifat menekan
memiliki ciri-ciri kecil, meningkat, memberikan efek yang pasti, dan terjadi
akumulasi akibat yang ditimbulkan. Misalnya: proses erosi, salinasi, atau
menurunya permintaan suatu produk pertanian. Perubahan yang bersifat
mengejutkan memiliki cirri yang tak terduga, dengan akibat perubahan yang
sangat berarti. Misalnya, terjadinya krisis minyak bumi atau krisis ekonomi
akan mengakibatkan peningkatan harga input pertanian secara tajam.
·
Ekuitabilitas atau kesama-rataan
menggambarkan bahwa produksi pertanian dapat memberikan keuntungan yang merata
atau tinggi, atau sebaliknya, tidak merata atau rendah. Ekuitabilitas usaha
tani tinggi berarti sebagian besar orang dapat menikmati sejumlah hasil panen
atau keuntungan dari produk pertanian.
BAB
V
APLIKASI
PERTANIAN ORGANIK DAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
A.
Aplikasi
Pertanian Organik
Kegunaan
budidaya organik pada dasarnya ialah meniadakan
atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya
kimiawi. Dalam penerapannya, pertanian organik banyak menghadapi kendala berupa
keruahan (bulkiness) bahan,
takarannya harus banyak, dan dapat menghadapi persaingan dengan kepentingan
lain untuk memperoleh sisa tanaman dan limbah organik dalam jumlah yang cukup.
Misalnya, limbah panen digunakan untuk makanan ternak, jerami padi diminati
pabrik kertas, ampas tebu digunakan sendiri oleh pabrik gula sebagai bahan
bakar, sampah kota dan pemukiman digunakan untuk menimbun lahan yang rendah atau cekunagn untuk memperluas lahan
yang dipersiapkan untuk bangunan terutama di kota- kota besar (Sutanto,1997a).
Jerami
padi, batang dan tongkol jagung, sekam padi dan limbah pertanaman yang lain
apabila telah mengalami proses dekomposisi banyak mengandung unsur hara yang
diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Daur-ulang limbah ternak berperan dalam
mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, dan secara bersamaan juga
meningkatkan produksi tanaman. Limbah ternak cukup banyak diubah menjadi pupuk organik
yang berharga mudah. Kotoran ternak mempunyai nillai pupuk (padat dan cair)
yang tinggi dan mudah terdekomposisi.
B.
Aplikasi
Pertanian Berkelanjutan
Aplikasi
pertanian berkelanjutan telah dilaksanakan dengan empat macam sistem, yaitu:
1. Sistem
pertanian organik
2. Sistem
pertanian terpadu, dapat dilaksanakan meliputi bidang-bidang berikut: bidang
budi daya tanaman, bidang perkebunan, bidang peternakan,bidang perikanan, dan
bidang pengolahan limbah.
3. Sistem
pertanian masukan luar rendah, Conway (1987) menyarankan beberapa contoh
teknologi pertanian yang potensial untuk mendukung sistem pertanian
berkelanjutan, antara lai sebagai
berikut: tumpang sari, rotasi tanaman, agroforestri, silvi-pasture, pupuk
hijau, konservasi lahan, pengelolaan hama terpadu dan pengendalian biologi.
4. Sistem
pengendalian hama terpadu.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Reijntjes,
Coen, dkk.1999.Pertanian Masa Depan.Yogyakarta:
Kanisius
Salikin,
K.2003.Sistem Pertanian Berkelanjutan.Yogyakarta:
Kanisius.
Sutanto,
Rachman.2002.Penerapan Pertanian Organik.Yogyakarta:
Kanisius.
terima kasi cantik atas blognya sangat membantu saya dalam tugas pertanian organik
BalasHapusPostingannya mantap, nambah ilmu nih......terima kasih
BalasHapus