A. Permasalahan
Sektor
pertanian, yang mencakup tanaman bahan makanan, peternakan, hortikultura, perkebunan,
perikanan, dan kehutanan, berperan besar dalam rangka penyediaan pangan untuk
mendukung ketahanan pangan nasional dalam memenuhi hak atas pangan (the
right to food) dan menyumbang penerimaan devisa dan pendapatan domestik
bruto (PDB). Pada tahun 2003 sektor pertanian menyerap 46,3 persen tenaga kerja
dari total angkatan kerja, menyumbang 6,9 persen dari total nilai ekspor non migas, dan memberikan
kontribusi sebesar 15 persen dari PDB nasional.
Sementara itu,
untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan peran tersebut, sektor pertanian
menghadapi berbagai perubahan sebagai akibat dari globalisasi yaitu: (i)
semakin terbukanya pasar dan meningkatnya persaingan; (ii) meningkatnya
tuntutan kebijakan pertanian yang berlandaskan mekanisme pasar (market oriented policy) dan (iii)
semakin berperannya selera konsumen (demand
driven) dalam menentukan aktivitas di sektor pertanian.
Sektor
pertanian masih memiliki potensi untuk ditingkatkan apabila berhasil menangani kendala-kendala
yang meliputi: produktivitas, efisiensi usaha, konversi lahan pertanian,
keterbatasan sarana dan prasarana pertanian, serta terbatasnya kredit dan infrastruktur
pertanian. Secara khusus sarana dan prasarana perikanan di wilayah timur Indonesia
masih sangat kurang sehingga sumber daya perikanan di wilayah ini dengan
potensi yang cukup besar belum dimanfaatkan secara optimal. Beberapa kendala dan
masalah yang dihadapi sektor pertanian adalah: (i) rendahnya kesejahteraan dan
relatif tingginya tingkat kemiskinan petani dan nelayan; (ii) lahan pertanian
yang semakin menyempit; (iii) akses ke sumberdaya produktif yang terbatas yang
diiringi dengan rendahnya kualitas SDM pertanian; (iv) penguasaan teknologi
masih rendah; (v) belum optimalnya pengelolaan sumberdaya perikanan, (vi)
terjadinya penurunan hasil hutan alam sementara hasil hutan tanaman dan hasil
non kayu belum dimanfaatkan secara optimal, serta (vii) lemahnya infrastruktur
(fisik dan non fisik) di sektor pertanian pada khususnya dan perdesaan pada
umumnya, sebagaimana diuraikan dalam butir-butir berikut.
Kesejahteraan
petani dan nelayan masih rendah dan
tingkat kemiskinan relatif tinggi. Tingkat kesejahteraan yang antara
lain tercermin dari nilai tukar petani/nelayan termasuk
masyarakat yang tinggal di sekitar dan bergantung dari hutan menunjukkan bahwa
pada tahun 2003 di sebagian besar wilayah masih memiliki nilai tukar
petani/nelayan dibawah nilai tukar tahun 1983. Artinya, meskipun kontribusi
sektor pertanian sangat besar terhadap perekonomian nasional, namun
kesejahteraan petani dan nelayan tidak mengalami perubahan. Selanjutnya,
sekitar 70-80 persen kelompok masyarakat ini termasuk golongan miskin dengan
usaha pertanian, perikanan dan kehutanan, yang masih tradisional dan bersifat
subsisten. Minimnya akses terhadap informasi dan sumber permodalan, menyebabkan
masyarakat petani/nelayan, dan masyarakat pesisir tidak dapat mengembangkan
usahanya secara layak ekonomi. Kondisi ini tidak dapat dipungkiri karena
rata-rata tingkat pendidikan mereka hanya tamat Sekolah Dasar (SD) atau bahkan
tidak tamat SD, sehingga sulit untuk mengadopsi upaya-upaya pengembangan
teknologi dan perbaikan usaha yang diberikan.
Lahan
pengusahaan petani semakin sempit sehingga pendapatan yang diperoleh tidak
mencukupi kebutuhan dan kurang mendorong upaya peningkatan produksi. Berdasarkan
hasil Sensus Pertanian, jumlah petani dalam kurun waktu 1983-2003 meningkat
namun dengan jumlah lahan pertanian menurun, sehingga rata-rata pemilikan lahan
per petani menyempit dari 1,30 ha menjadi 0,70 ha per petani. Dengan luasan lahan usahatani seperti ini,
meskipun produktivitas per luas lahan tinggi, namun tidak dapat memberikan
pendapatan petani yang cukup untuk menghidupi rumah tangga dan pengembangan
usaha mereka. Hal ini merupakan tantangan besar dalam rangka mengamankan
produksi padi/beras dari dalam negeri untuk mendukung ketahanan pangan nasional
dan peningkatan daya saing komoditas pertanian.
Akses
petani dan nelayan ke sumberdaya produktif masih sangat terbatas. Dukungan
kredit untuk sektor pertanian dalam mendukung kebutuhan modal usaha petani dan
nelayan masih terbatas. Kredit yang tersedia selama ini hanya dalam bentuk
kredit ketahanan pangan (KKP) untuk produsen padi dan tebu. Sementara, jumlah
kredit perbankan yang teralokasikan untuk usaha perikanan hanya sekitar 0,02
persen dari total kredit. Keterbatasan modal kurang mendorong petani dan
nelayan untuk menerapkan teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas,
membatasi peningkatan nilai tambah dan mengakibatkan ketergantungan pada
penyediaan modal informal (pengijon). Akses petani dan nelayan terhadap
prasarana dan sarana transportasi juga menghambat pemasaran produk pertanian dan
perikanan sehingga menekan harga produk.
Masih rendahnya penguasaan teknologi
pengolahan produk pertanian dan perikanan berakibat pada rendahnya
produktivitas dan nilai tambah produk
pertanian dan perikanan. Dalam sepuluh tahun terakhir, sub sektor perkebunan,
peternakan dan perikanan masing-masing tumbuh sekitar 4,9 persen per tahun, 3,6
persen, dan 5,8 persen per tahun, sementara sub sektor pangan hanya mencapai
1,2 persen per tahun. Namun demikian, nilai tambah komoditas ini masih rendah
karena pada umumnya ekspor dilakukan dalam bentuk segar (produk primer) dan
olahan sederhana. Perkembangan industri hasil pertanian dan perikanan belum
optimal, yang ditunjukkan oleh rendahnya tingkat utilisasi industri hasil
pertanian dan perikanan. Peningkatan nilai tambah produk pertanian dan
perikanan melalui proses pengolahan memerlukan investasi dan teknologi
pengolahan yang lebih modern. Kondisi ini diperberat oleh semakin tingginya
persaingan produk dari luar negeri, baik yang masuk melalui jalur legal maupun ilegal.
Perkembangan dalam tiga tahun terakhir, Indonesia sudah menjadi importir
netto untuk komoditas tanaman bahan makanan, hasil ternak dan pakan ternak,
beras, jagung, dan gula.
Pengembangan sumberdaya perikanan belum
optimal karena usaha perikanan budidaya masih terbatas dan adanya
ketidakseimbangan pemanfaatan sumberdaya perikanan antar kawasan. Pegembangan
budidaya air tawar, tambak dan laut masih terbatas, karena adanya permasalahan penyediaan bahan baku pakan ikan, benih ikan unggul,
jaringan irigasi yang kurang memadai, kurangnya informasi dan jaringan
pemasaranan, terbatasnya akses permodalan, serta kurangnya penyuluhan
perikanan. Ketidakseimbangan
tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap antar kawasan, kegiatan
penangkapan masih banyak dilakukan di perairan sekitar pantai/pesisir dan
terkonsentrasi di wilayah barat, seperti Laut Jawa, Selat Malaka, dan pantai
timur Sumatera, sehingga sumberdaya di perairan ini telah mengalami overfishing.
Sementara sumberdaya perikanan di wilayah Indonesia bagian timur masih belum
dimanfaatkan secara optimal, karena rendahnya ketersediaan sarana dan prasarana
penanganan hasil tangkapan ikan di daerah tersebut dan sumber daya manusia
perikanan yang terbatas serta belum tersedianya data dan inromasi perikanan
yang memadai. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan terakumulasinya sejumlah
besar nelayan di wilayah tertentu, sehingga berakibat pada menurunnya jumlah
tangkapan, semakin kecilnya ukuran ikan, menurunnya jumlah species, yang
akhirnya berdampak pada menurunnya penghasilan nelayan.
Rendahnya nilai hasil hutan non kayu yang sebenarnya berpotensi untuk
meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat sekitar kawasan hutan. Peran hutan umumnya hanya dipandang dari sisi produksi hasil kayunya saja.
Padahal beberapa penelitian menyebutkan bahwa nilai hutan dari hasil kayu hanya
5 persen, sementara selebihnya berasal dari hasil hutan non kayu. Namun
demikian sampai sekarang yang dimanfaatkan masih terkonsentrasi pada kayu. Hal
ini tercermin dari nilai ekspor hasil hutan non kayu pada periode tahun
1996-2001 hanya sekitar 1 persen dari total ekspor hasil hutan yang didominasi
kayu. Hasil hutan nonkayu yang cukup
potensial antara lain adalah rotan, tanaman obat-obatan, dan madu. Data FAO
2001 menunjukkan bahwa Indonesia mendominasi perdagangan rotan dunia hingga 80
persen sampai 90 persen pasokan rotan dunia. Sementara itu, tanaman obat dan
hasil hutan non kayu lainnya belum cukup dihargai dan belum terdokumentasi
dengan baik karena tidak muncul dalam transaksi di pasar resmi. Data Departemen
Kehutanan tahun 2000 memperkirakan bahwa 30 juta penduduk secara langsung
mengandalkan hidupnya pada kehutanan. Sebagian besar masyarakat ini hidup dari
kegiatan perladangan berpindah, memancing, berburu, menebang dan menjual kayu,
serta mengumpulkan hasil hutan non kayu. Dengan pola pengusahaan yang masih
tradisional ini, potensi hasil hutan non kayu tidak dapat berkembang secara
optimal sehingga berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang
tinggal di sekitar dan bergantung dari hutan.
Pemanfaatan hutan yang melebihi daya dukung sehingga membahayakan pasokan
air yang menopang keberlanjutan produksi hasil pertanian. Berkurangnya kawasan hutan khususnya di
daerah hulu sungai menyebabkan terganggunya siklus hidorlogi yang berdampak
pada berkurangnya ketersediaan air tanah, membesarnya aliran permukaan,
pendangkalan air sungai, waduk dan pantai serta banjir. Meningkatnya banjir
pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau akhirnya mengganggu
produksi hasil pertanian. Sebagai contoh, nisbah debit maksimum dan minimum
tahunan Sungai Ciliwung pada musim penghujan dan kemarau meningkat dari hanya
3,5 pada tahun 1950 menjadi sebesar 18,6 pada tahun 1998. Penjelasan lebih
lanjut tentang DAS terdapat di Bab 32 tentang Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Fungsi Lingkungan Hidup.
Sementara itu, di bidang pangan, masih
dihadapi masalah masih tingginya ketergantungan pada beras dan rentannya
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Tingginya ketergantungan konsumsi pada beras
sehingga tekanan terhadap peningkatan produksi padi semakin tinggi pula. Tingkat
produksi beras dalam negeri sudah dapat memenuhi sekitar 90-95 persen kebutuhan
beras dalam negeri. Sumber bahan pangan pokok karbohidrat lain adalah palawija dan
sumber protein yang berasal dari daging, telur dan susu, namun tingkat
konsumsinya masih rendah. Tingkat konsumsi energi mencapai sebesar 3.211 kkal sudah
melebihi skor pola pangan harapan (PPH) sebesar 2.200 kkal. Akan tetapi dengan
tingkat konsumsi energi tersebut baru mencapai skor 66,7 dari skor ideal
sebesar 100, karena ketergantungan yang tinggi terhadap konsumsi karbohidrat
terutama beras dan masih sangat kurang pada pangan hewani, sayur dan buah. Konsumsi
sumber energi dari beras hanya dibutuhkan sebesar 1.100 k.kal, namun tingkat
konsumsinya mencapai 2.104 kkal. Tingkat konsumsi pangan hewani yang dibutuhkan
sebesar 264 kkal, hanya mencapai 76 kkal. Pola konsumsi seperti ini kurang
mendukung pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga
masih rentan. Masalah yang dihadapi untuk menjamin ketahanan pangan di
tingkat rumah tangga adalah sistem distribusi yang kurang efisien untuk
menjamin penyebaran ketersediaan pangan antar waktu dan wilayah, serta perlunya
peningkatan pendapatan petani agar mampu mencapai tingkat konsumsi mereka
sesuai dengan skor PPH. Dalam rangka mendukung peningkatan pendapatan petani
ini aspek pengembangan agribisnis terutama komoditas non pangan sangat penting
untuk dikembangkan.
B. Sasaran
Sasaran akhir dari Revitalisasi Pertanian adalah
tingkat pertumbuhan sektor pertanian rata-rata 3,6 persen per tahun dalam tahun
2005-2009.
Sasaran antara adalah:
1. Meningkatnya
kemampuan petani untuk dapat menghasilkan komoditas yang berdaya saing tinggi.
2. Terjaganya tingkat
produksi beras dalam negeri dengan tingkat ketersediaan sekitar 90-95 persen
dari kebutuhan domestik untuk pengamanan ketergantungan terhadap pasar
internasional.
3. Diversifikasi
produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan untuk menurunkan ketergantungan pada
beras.
4. Meningkatnya
ketersediaan pangan ternak dan ikan dari dalam negeri.
5. Meningkatnya
konsumsi masyarakat terhadap protein hewani yang berasal dari ternak dan ikan.
6. Meningkatnya
daya saing dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan.
7. Meningkatnya
produksi dan ekspor hasil pertanian dan perikanan
8. Optimalnya nilai
tambah dan manfaat hasil hutan kayu
9. Meningkatnya
hasil hutan non kayu 30 persen dari produksi tahun 2004
10. Bertambahnya
hutan tanaman seluas 3 juta ha sebagai basis pengembangan ekonomi hutan.
C. Arah Kebijakan
Revitalisasi pertanian ditempuh dengan empat
langkah pokok yaitu peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga
pendukungnya, pengamanan ketahanan pangan, peningkatan produktivitas, produksi
dan daya saing produk pertanian dan perikanan serta pemanfaatan hutan untuk
diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan.
Kebijakan dalam Peningkatan kemampuan
petani dan nelayan serta pelaku pertanian dan perikanan lain serta penguatan
lembaga pendukungnya, diarahkan untuk:
- Menyusun kebijakan revitalisasi penyuluhan dan pendampingan petani, termasuk peternak, nelayan, dan pembudidaya ikan.
- Menghidupkan dan memperkuat lembaga pertanian dan perdesaan untuk meningkatkan akses petani dan nelayan terhadap sarana produktif, membangun delivery system dukungan pemerintah untuk sektor pertanian, dan meningkatkan skala pengusahaan yang dapat meningkatkan posisi tawar petani dan nelayan.
Kebijakan dalam pengamanan ketahanan
pangan diarahkan untuk:
1.
Mempertahankan
tingkat produksi beras dalam negeri dengan ketersediaan sekitar 90-95 persen
dari kebutuhan domestik kebijakan diarahkan dengan melakukan pengamanan lahan
sawah di daerah irigasi berproduktivitas tinggi agar kemandirian pangan
nasional dapat diamankan.
2.
Meningkatkan
ketersediaan pangan ternak dan ikan dari dalam negeri. Kebijakan pengembangan
peternakan diarahkan untuk meningkatkan populasi hewan dan produksi pangan
hewani dari produksi dalam negeri agar ketersediaan dan keamanan pangan hewani
dapat lebih terjamin untuk mendukung peningkatan kualitas SDM.
3.
Melakukan
diversifikasi pangan untuk menurunkan ketergantungan pada beras diarahkan
dengan melakukan rekayasa sosial terhadap pola konsumsi masyarakat melalui
kerjasama dengan industri pangan, untuk meningkatkan minat dan kemudahan
konsumsi pangan alternatif.
Kebijakan dalam
peningkatan produktivitas, produksi dan daya saing produk pertanian dan
perikanan diarahkan untuk:
1.
Peningkatan pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam
mendukung ekonomi dan tetap menjaga kelestariannya, melalui: (1) penataan dan perbaikan lingkungan
perikanan budidaya; (2) penataan industri perikanan dan kegiatan ekonomi
masyarakat di wilayah pesisir; (3) perbaikan dan peningkatan pengelolaan
sumberdaya perikanan tangkap, terutama di wilayah ZEEI; (4) peningkatan peran
aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumberdaya perikanan; (5) peningkatan
kualitas pengolahan dan nilai tambah produk perikanan melalui pengembangan
teknologi pasca tangkap/panen; (6) peningkatan kemampuan SDM dan penyuluh perikanan;
dan (7) perkuatan sistem kelembagaan dan pengembangan peraturan perundangan
sebagai instrumen penting untuk mempertegas pengelolaan sumber daya perikanan
yang ada.
2.
Pengembangan
usaha pertanian dengan pendekatan kewilayahan terpadu dengan konsep pengembangan
agribisnis. Pendekatan ini akan meningkatkan kelayakan dalam pengembangan/skala
ekonomi, sehingga akan lebih meningkatkan efisiensi dan nilai tambah serta
mendukung pembangunan pedesaan dan perekonomian daerah.
3.
Penyusunan
langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing produk pertanian dan perikanan,
misalnya dorongan untuk peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian
dan perikanan, sistem standar mutu dan keamanan pangan, melindungi petani dan
nelayan dari persaingan yang tidak sehat.
4.
Penguataan
sistem pemasaran dan manajemen usaha untuk mengelola resiko usaha pertanian
serta untuk mendukung pengembangan agroindustri.
Pemanfaatan hutan untuk diversifikasi
usaha dan mendukung produksi pangan dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan
hutan alam dan pengembangan
hutan tanaman dan hasil hutan non kayu dengan kebijakan yang diarahkan pada:
1.
Peningkatan
nilai tambah dan manfaat hasil hutan kayu;
2.
Pemberian
insentif pengembangan hutan tanaman industri (HTI);
3.
Peningkatan
partisipasi kepada masyarakat luas dalam pengembangan hutan tanaman;
4.
Peningkatan
produksi hasil hutan non kayu untuk kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
D. Program-program Pembangunan
Arah kebijakan tersebut di dijabarkan
dalam program-program pembangunan sebagai berikut.
1.
Program Peningkatan
Ketahanan Pangan
Program ini bertujuan untuk memfasilitasi
peningkatan dan keberlanjutan ketahanan pangan sampai ke tingkat rumah tangga
sebagai bagian dari ketahanan nasional.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam
program ini meliputi:
1.
Pengamanan
ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri;
2.
Peningkatan
distribusi pangan;
3.
Peningkatan
pasca panen dan pengolahan hasil;
4.
Diversifikasi
pangan; dan
5.
Pencegahan
dan penanggulangan masalah pangan.
2.
Program Pengembangan
Agribinis
Program ini bertujuan untuk memfasilitasi
berkembangnya usaha agribisnis yang mencakup usaha di bidang agribisnis hulu, on
farm, hilir dan usaha jasa pendukungnya.
Kegiatan pokok yang akan dilakuan dalam
program ini meliputi:
1.
Pengembangan
diversifikasi usahatani;
2.
Peningkatan
nilai tambah produk pertanian melalui pasca panen, peningkatan mutu, pengolahan
hasil dan pemasaran;
3.
Pengembangan
infrastruktur pertanian dan perdesaan;
4.
Peningkatan
akses terhadap sumberdaya produktif, terutama permodalan; dan
5.
Pengurangan
hambatan perdagangan antar wilayah dan antar negara
3.
Program Peningkatan Pemberdayaan
Masyarakat Pertanian
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan
daya saing masyarakat pertanian, terutama petani yang tidak dapat menjangkau
akses terhadap sumberdaya usaha pertanian.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam
program ini adalah:
1.
Revitalisasi
sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan;
2.
Penumbuhan
dan penguatan lembaga pertanian dan perdesaan untuk meningkatkan posisi tawar
petani dan nelayan;
3.
Penyederhanaan
mekanisme dukungan kepada petani dan pengurangan hambatan usaha pertanian; dan
4.
Pengembangan
upaya pengentasan kemiskinan.
4.
Program Pengembangan
Sumberdaya Perikanan
Program ini bertujuan untuk mengelola,
mengembangkan, dan memanfaatkan sumberdaya perikanan secara optimal, adil, dan
berkelanjutan dalam rangka peningkatan nilai tambah hasil perikanan serta
pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya.
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program
ini meliputi:
1.
Pemberdayaan
ekonomi masyarakat pesisir;
2.
Pengembangan
kawasan budidaya laut, air payau, dan air tawar;
3.
Penataan
kembali usaha budidaya tambak dan air tawar;
4.
Penyempurnaan
sistem perbenihan;
5.
Pengembangan
sistem sertifikasi balai benih dan lahan budidaya;
6.
Pembangunan
pelabuhan perikanan;
7.
Pembangunan
sarana prasarana perikanan;
8.
Peningkatan
usaha perikanan skala kecil;
9.
Pengendalian
dan peningkatan pelayanan perizinan usaha;
10.
Peningkatan
pemasaran, mutu, dan nilai tambah produk perikanan;
11.
Penguatan
kelembagaan dan tata laksana kelembagaan;
12.
Pengembangan
riset perikanan;
13.
Pengembangan
sistem data dan informasi perikanan;
14.
Peningkatan
kualitas SDM dan penuluh perikanan; dan
15.
Peningkatan
profesionalisme perencanaan dan pengawasan pembangunan perikanan.
5.
Program Pemantapan
Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan
Program ini bertujuan untuk lebih
memanfaatkan potensi sumberdaya hutan, secara efisien, optimal, adil dan
berkelanjutan.
Kegiatan pokok yang dilakukan melalui program
ini meliputi:
1.
Pengembangan
produk-produk kayu bernilai tinggi;
2.
Pengurangan
kapasitas industri pengolahan kayu dan diversifikasi sumber bahan baku industri
perkayuan antara lain dengan menjajagi kemungkinan impor dari negara tetangga;
3.
Pemberian
hak pengelolaan untuk periode tertentu kepada masyarakat untuk mengembangkan
hutan tanaman dan hasil hutan non kayu;
4.
Peningkatan
program hutan tanaman industri hanya pada kawasan hutan non produktif,
kemudahan perijinan usaha, dan kemudahan permodalan/pinjaman;
5.
Peningkatan
kesadaran dan partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup di
sekitar hutan (peladang berpindah, pionir hutan atau transmigran, dan
sebagainya), dalam pengembangan hutan tanaman yang lestari; dan
6.
Pengembangan
iptek untuk menunjang peningkatan produktivitas sektor kehutanan.
Untuk mendukung
revitalisasi pertanian diperlukan pula dukungan program-program dan kegiatan
sebagai berikut:
1.
Program Pengembangan
Ekspor (Bab 15: Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmigas), dengan kegiatan
pokok:
1. Fasilitasi peningkatan mutu produk
komoditi pertanian, perikanan, dan industri yang berpotensi ekspor.
2.
Program Pengembangan
Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh (Bab 24: Pengurangan Ketimpangan Pembangunan
Daerah), dengan kegiatan pokok:
1. Memfasilitasi daerah untuk
mengembangkan kawasan-kawasan yang strategis dan cepat tumbuh, khususnya
kawasan andalan, melalui pemberian bantuan teknis dan pendampingan kepada
pemerintah daerah, pelaku usaha, pengrajin, petani dan nelayan;
2. Mendorong
pertumbuhan klaster-klaster industri, agroindustri yang berdaya saing di
lokasi-lokasi strategis di Luar Jawa melalui pemberian insentif yang menarik
untuk penanaman modal dalam dan luar negeri, seperti kemudahan perpajakan,
perizinan dan penggunaan lahan yang kompetitif dengan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi di negar-negara lain;
3. Mengembangkan
pasar bagi produk hasil segar dan hasil olahan, melalui peningkatan akses
terhadap informasi pasar dan jaringan pemasaran; dan
4. Peningkatan
akses petani dan pengusaha kecil menengah kepada sumber-sumber permodalan.
3.
Program Pengembangan Perkotaan
dan Perdesaan (Bab 25: Pembangunan Perdesaan), dengan kegiatan pokok:
1. Pemantapan dan
pengembangan kawasan agropolitan yang strategis dan potensial, terutama
kawasan-kawasan di luar Pulau Jawa-Bali;
2. Pengembangan prasarana ekonomi perdesaan
terutama prasarana pertanian dan transportasi penghubung dengan kawasan
perkotaan; dan
3. Pemantapan kelembagaan masyarakat dan
pemerintahan perdesaan dalam pengelolaan kegiatan pertanian, kelautan,
perikanan, agrobisnis, dan agroindustri.
4.1 Program
Perlindungan dan Konservasi SDA (Bab 32: Perbaikan Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup), dengan kegiatan pokok:
1. Pengembangan
sistem perlindungan tanaman dan hewan melalui penerapan dan perluasan upaya
pengendalian hama, penyakit dan gulma secara terpadu.
4.2 Program Rehabilitasi
dan Pemulihan Cadangan Sumberdaya Alam, dengan kegiatan pokok:
1. Peningkatan rehabilitasi daerah
hulu untuk menjamin ketersediaan pasokan air irigasi untuk pertanian.
5.1 Program Pengembangan
dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa, dan Jaringan Pengairan (Bab 33: Percepatan
Pembangunan Infrastruktur), dengan kegiatan pokok:
1. Pengembangan
sistem perlindungan tanaman dan hewan melalui penerapan dan perluasan upaya
pengendalian hama, penyakit dan gulma secara terpadu.
5.2 Program Pengendalian
Banjir dan Pengamanan, dengan kegiatan pokok:
1. Rehabilitasi,
serta operasi dan pemeliharaan prasarana pengendalian banjir dan pengamanan
pantai, termasuk tanggul dan normalisasi sungai; dan
2. Pembangunan prasarana
pengendalian banjir dan pengamanan patai terutama pada daerah-daerah rawan
bencana banjir dan abrasi air laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar