BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penentuan kesesuaian lahan merupakan
salah satu kegiatan dalam evaluasi lahan yang dapat membantu petani dan
pelaksana pertanian untuk menentukan kesesuaian lahan dengan jenis tanaman yang
akan ditanam, sebelum dimulainya proses penanaman.
Proses penentuan kesesuaian lahan ini dapat dilakukan dengan membandingkan antara karakteristik dan kualitas lahan yang akan digunakan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang akan ditanam. Terdapat banyak karakter dan kualitas tanah yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian lahan, baik yang berupa sifat kimia maupun sifat fisik. Diantara karakter dan kualitas yang akan digunakan tersebut beberapa diantaranya dapat mempunyai nilai yang kurang baik sehingga dapat menjadi faktor penghambat bagi pertumbuhan dan produksi suatu tanaman. Beberapa diantara faktor penghambat tersebut akan dapat diatasi melalui suatu tindakan atau penerapan teknologi tertentu. Hanya faktor penghambat yang tidak tergantung pada alam yang dapat diatasi melalui tindakan dan penerapan teknologi tersebut.
Proses penentuan kesesuaian lahan ini dapat dilakukan dengan membandingkan antara karakteristik dan kualitas lahan yang akan digunakan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang akan ditanam. Terdapat banyak karakter dan kualitas tanah yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian lahan, baik yang berupa sifat kimia maupun sifat fisik. Diantara karakter dan kualitas yang akan digunakan tersebut beberapa diantaranya dapat mempunyai nilai yang kurang baik sehingga dapat menjadi faktor penghambat bagi pertumbuhan dan produksi suatu tanaman. Beberapa diantara faktor penghambat tersebut akan dapat diatasi melalui suatu tindakan atau penerapan teknologi tertentu. Hanya faktor penghambat yang tidak tergantung pada alam yang dapat diatasi melalui tindakan dan penerapan teknologi tersebut.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulis mengupas
masalah tentang Sistem Pertanian di Indonesia adalah untuk membuka wawasan
penulis tentang
upaya peningktan produksi tanaman dan faktor penghambatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Upaya peningkatan produksi tanaman dan faktor penghambatnya
2.1.1. Upaya-upaya peningkatan produksi
Dalam
pengaplikasian konsep-konsep Agronomi untuk mencapai produksi maksimum, maka
ada beberapa hal yang dapat di lakukan antara lain yaitu dengan mengatur pola
tanam, melalui pola intensifikasi, diversifikasi, dan ekstensifikasi.
A. Pola
tanam
Usaha pertanian selalu diarahkan untuk mencapai hasil
maksimal. Berbagai cara
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, diantaranya dengan menetapkan pola
tanam.
Menetapkan pola tanam bertujuan untuk menyesuaikan waktu
tanam dengan musim pada suatu sistem budidaya tanaman. Misalnya sistem budidaya
tanaman di lahan kering, tadah hujan, pola tanam disesuaikan dengan pola curah
hujan, sehingga diperoleh waktu tanam yang tepat. Waktu tanam yang tepat dapat
mendukung pertumbuhan tanaman untuk mencapai hasil maksimal.
Pola tanam merupakan sub-sistem budidaya tanaman yang
mempunyai kaitan erat dengan ekosistem yang melatar belakanginya. Dalam setiap
ekosistem tanaman dapat dikembangkan satu atau lebih sistem budidaya tanaman,
dan dalam satu sistem budidaya tanaman dapat pula dikembangkan satu atau lebih
sistem pola tanam. Setiap sistem pola tanam dipengaruhi oleh berbagai komponen
yaitu agroklimat, tanah, keteknikan dan sosial ekonomi.
Kegunaan pola tanam yang berlanjut adalah memanfaatkan
sumber daya optimal untuk memperoleh produksi maksimal dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan.
Keuntungan pola tanam, dapat diperoleh dengan menggunakan
pola tanam yang tepat, keuntungan tersebut antara lain dapat meningkatkan
efisiensi penggunaan sumber daya yang ada. Intensitas penggunaan lahan
meningkat, dengan memanfaatkan sumber daya lahan dan waktu lebih efisien,
meningkatkan pula produktivitas lahan.
Frekuensi panen atau produksi meningkat; penanaman
beberapa jenis tanaman pada suatu lahan menyebabkan seringnya petani memperoleh
hasil panen dalam satu tahun. Mengurangi resiko kegagalan panen; kegagalan
panen oleh serangan jasad pengganggu, maupun keadaan iklim yang kurang baik
dengan mengusahakan beberapa komoditas.
Meningkatkan penyebaran tenaga kerja sepanjang tahun.
Dengan ini banyak kegiatan dilapangan sehingga dapat menyebarkan tenaga kerja
dan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Mencegah terjadinya kerusakan tanah
arau erosi, terutama pada lahan yang berlereng, karena tanah selalu dalam
keadaan yang tertutup, dan disertai dengan pengolahan tanah yang minimal.
Diversifikasi pangan dapat memperoleh hasil pangan yang
beraneka ragam dan bergizi. Dengan mengusahakan beraneka ragam tanaman, maka
akan diperoleh aneka ragam hasil panen yang bernilai gizi seperti :
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Efisiensi penggunaan tenaga keluarga meningkat, dan biaya
produksi dapat ditekan serendah mungkin. Biaya produksi seperti biaya
pengolahan tanah dapat ditekan dengan pengolahan tanah yang minimal ( minimum
tillage). Biaya pengendalian jasad
pengganggu dapat ditekan dengan pengendalian jasad pengganggu terpadu.
Pola curah hujan disetiap lokasi usaha tani perlu
diketahui sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan pola tanam.
Pola curah hujan juga dapat digunakan untuk menentukan varitas yang ditanam di
suatu lokasi karena setiap varitas mempunyai kebutuhan air tanaman yang
berbeda. Waktu pengolahan tanah, penanaman dan panen juga harus disesuaikan
dengan pola curah hujan. Jangan sampai
terjadi air tidak tersedia pada saat benih baru tumbuh atau pada saat pengisian
biji.
Untuk membuat pola curah hujan, perlu dipantau jumlah
hujan yang turun setiap hari setiap bulan, dengan menggunakan penakar curah
hujan. Jumlah hujan per hari dijumlahkan selama sebulan untuk memperoleh curah
hujan bulanan. Bila curah hujan bulan tertentu sama atau lebih besar dari 200
mm, maka bulan tersebut disebut bulan basah; bila kurang dari 200 mm disebut
bulan kering. Kemudian informasi bulanan tersebut diproyeksikan ke dalam bentuk
tabel untuk pola curah hujan.
Berdasarkan pola curah hujan itulah pola tanam ditentukan dalam satu
tahun.
Daerah-daerah di Indonesia yang beriklim basah mempunyai
curah hujan yang tinggi, yaitu diatas 2000 mm per tahun dan merata sepanjang
tahun, kenyataan ini memungkinkan untuk dilaksanakan penanaman tanaman pangan
atau hortikultura sepanjang tahun melalui pola tanam. Pola tanam yang telah
berkembang dewasa ini di daerah lahan kering (transmigrasi), adalah pola tanam
padi gogo yang dikenal dengan pola tanam A. Urutan penanamnya pada pola tanaman
ini adalah tanaman jagung + padi gogo; ketela pohon-kedelai-kacang
tunggak(tumpang-sari; tumpang sisip; tanam berurutan). Pola tanam ini cukup
stabil karena didalamnya terdapat penanaman padi gogo yang merupakan tanaman
penghasil bahan makanan pokok bagi petani.
Pola tanam ganda diartikan sebagai pola tanam pada satu
areal lahan tertentu selama satu tahun ditanam dua jenis tanaman atau lebih,
baik ditanam secara bersamaan atau pada waktu yang berbeda.
Tujuan utama mengusahakan pola tanam ganda adalah untuk
menambah pendapatan petani, menganeka ragamkan hasil panen, agihan tenaga kerja
yang merata, penggunaan tanah yang mangkus, dan tidak membiarkan tanah kosong
dalam waktu yang lama. Beberapa macam
pola tanam ganda akan dijelaskan pada uraian berikut.:
1. Pola
tanam campuran (mixed cropping)
2.
Pola
tanam tumpang sari seumur (intercropping)
3.
Pola
tanam tumpang sari beda umur (inter planting)
4.
Pola
tanam sisipan (relay planting)
5.
Pola
tanam sela (inter culture)
6.
Pola
tanam beruntun atau rotasi (sequential planting)
7.
Pola
tanam banyak tingkatan tajuk (multi srorey cropping)
8.
Pola
tanam berlorong (alley cropping)
B. Intensifikasi
Intensifikasi adalah usaha peningkatan produksi per
satuan luas tertentu. Peningkatan produksi hanya dapat dicapai apabila
diterapkan teknologi yang telah diuji keuntungannya. Untuk menginovasi
teknologi ke tingkat petani dan petani bersedia menggunakannya, bukanlah suatu
pekerjaan yang ringan, banyak faktor yang menjadi penghambat, misalnya
pendidikan, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Dalam usaha mensukseskan intensifikasi perlu di tata
suatu pola intensifikasi.
Intensifikasi pertanian dapat diartikan sebagai upaya
pengembangan ilmu dan teknologi pertanian
di dalam penyelenggaraan usaha tani, untuk meningkatkan produktivitas
lahan usaha tani dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam.
Langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan
produktivitas usahatani adalah dengan penerapan sapta usahatani. Usaha tersebut
adalah penggunaan sarana produksi (seperti benih atau bibit unggul, pemupukan
yang berimbang), perbaikan cara melakukan usahatani (pelaksanaan pengolahan
tanah), pengendalian jasad pengganggu, penyediaan dan pengaturan air, perlakuan
pascapanen dan pemasaran hasil.
Tujuan dilaksanakan intensifikasi pertanian adalah untuk
meningkat produktifitas lahan usaha tani, meningkatkan pendapatan petani dan
meningkatkan kesempatan kerja. Pelaksanaan intensifkasi dilakukan melalui tiga
pendekatan yaitu pendekatan komoditas, pendekatan wilayah, dan pendekatan
usahatani.
Pendekatan komoditas,
dikelola melalui bimbingan intensifikasiseperti jagung, kacangtanah dan
kedelai. Pendekatan wilayah,
dilakukan untuk memanfaatkan secara optimal sumberdaya alam suatu wilayah yang
belum terjangkau program intensifikasi untuk mengembangkan usahatani yang
cocok. Pendekatan usahatani
dilakukan dengan memanfaatkan secara optimal sumberdaya tenaga dari keluarga
tani dalam mengusahakan usaha tani terpadu.
C. Diversifikasi
Diversifikasi adalah upaya mengoptimalkann sumberdaya
lahan dan tenaga dalam suatu lahan usahatani melalui penerapan teknologi hemat
lahan untuk mencapai produktifitas tinggi dan meningkatkan pendapatn petani.
Dalam teknologi ini dikembangkan keanekaragaman tanaman budidaya khususnya
tanaman pangan dan hortikultura. Disamping mempertahankan produksi beras
sebagai pangan pokok, peningkatan produksi sumber karbohidrat lainnya (jagung
dan umbi-umbian), dan sumber protein nabati (kacang-kacangan) perlu diperhatikan.
Dibeberapa daerah di Indonesia telah mempunyai pangan pokok bukan beras seperti
sagu di Maluku, ketela rambat di Irian Jaya, Jagung di Madura. Untuk mengurangi
konsumsi beras dan sekaligus tetap menjaga swasembada beras, pengaenekaragaman
pangan pokok di Indonesia telah diprogramkan oleh pemerintah.
Pola tanam beragam (diversifikasi) adalah pada lahan yang
sama ditanam beberapa jenis tanaman penghasil karbohidrat (padi, jagung, ketela
pohon, ketela rambat), penghasil protein (kedele), penghasil lemak (kacang
tanah), penghasil vitamin dan mineral (tanaman buahan, tanaman sayuran, kacang
hijau), penghasil pendapatan lain (kelapa, sawit).
Diversifikasi pertanian ini dapat menghindarkan petani
dari kemungkinan kelebihan produksi bila hanya bertanam secara monokultur.
Kelebihan produksi dapat mengakibatkan masalah dalam pasca panen dan pemasaran
yang akhirnya akan menurunkan harga jual komoditas tersebut.
Keragaman tanaman yang dibudidayakan tergantung kepada
ekosistem, usahatani, teknologi, dan pengetahuan petani. Ekosistem di Indonesia sangat beragam, sehingga usaha
budidaya juga beragam. Selain padi, berbagai tanaman dapat menjadi tanaman
pokok antara lain tanaman biji-bijian (jagung, kekacangan), tanaman sayuran
(tomat, kubis, kacang panjang), ubi-ubian (ketela pohon, ketela rambat,
keladi), tanaman bukan pangan (tembakau, kapas), gunanya untuk meningkatkan
gizi dan pendapatan. Perpaduan tanaman tahunan dan tanaman semusim juga dapat
dilakukan seperti karet, kopi, cacao, dan kelapa yang dipadukan dengan tanaman
yang tahan naungan seperti keladi.
D. Ekstensifikasi
Ekstensifikasi adalah
kegiatan memperluas lahan usahatani ke daerah usahatani baru dengan membuka
areal potensial terutama di luar pulau Jawa. Kegiatan ekstensifikasi pada
umumnya dikaitkan dengan usaha transmigrasi. Usaha peningkatan produksi
pertanian melalui perluasan areal tanam dapat dilaksanakan baik di lahan kering
maupun di lahan basah. Pembukaan lahan basah misalnya melalui pencetakan sawah
baru, yaitu lahan basah yang secara potensial dapat dijadikan sawah (lahan
pasang surut dan lahan lebak).
Pembukaan lahan kering adalah pemanfaatan
lahan kering yang potensial untuk dijadikan sawah pengairan, sawah tadah hujan,
usaha perkebunan untuk tanaman industri dan tanaman buahan. Pada tanaman pangan,
peningkatan produksi melalui perluasan areal tanam dengan arti sempit dengan
memperehatikan intensitas tanam dari lahan yang ada, baik lahan sawah maupun
lahan kering. Lahan kering di luar Jawa pada umumnya ditempati oleh jenis tanah
PMK (podzolik merah kuning), untuk pengembangan diperlukan teknologi yang
besar. Usaha pengembangan terutama diarahkan untuk perluasan areal tanaman
perkebunan, seperti karet, kelapa sawit, dan lain-lain.
Tujuan ekstensifikasi adalah meningkatkan
produksi secara makro, memanfatkan lahan yang berpotensi untuk pertanian,
menyerap tenaga kerja dan penyebaran penduduk. Contoh-contoh ekstensifikasi
adalah pembukaan areal transmigrasi, perluasan perkebunan karet dan kelapa
sawit melalui usaha perkebunan inti rakyat (PIR).
2.1.2. Hambatan peningkatan
produksi
A. Kesuburan Tanah,
lahan yang tersedia untuk perluasan pertanian melalui
program transmigrasi umumnya merupakan lahan hutan dan lahan padang alang-alang
bekas perladangan. Sebagian besar
dari lahan itu terdiri dari tanah podsolik merah kuning (ultisol), di samping
itu terdapat pula tanah-tanah latosol, kambisol, alluvial. Tanah podsolik merah
kuning merupakan jenis tanah terbesar yang tersedia bagi perluasan areal.
Sifat-sifat tanah podsolik merah kuning adalah pH rendah,
Al-dd dan kejenuhan Al yang tinggi, fosfor rendah, bahan organik rendah. Dengan
adanya sifat-sifat yang kurang menguntungkan tersebut tanah podsolik merah
kuning tergolong tanah yang mempunyai kesuburan tanah rendah, kemampuan
mensuplai hara rendah, mempunyai kapasitas menahan kation rendah, kemampuan
menahan air tersedia rendah, kemampuan mengikat erat (fiksasi) P yang tinggi
dan mempunyai eradibilitas yang tinggi.
Untuk memperbaiki kesuburan kimia, fisika dan biologi
lahan berbagai cara dapat ditempuh seperti : pemberian pupuk, cara pemakaian
pupuk, pengapuran, pupuk organik, pengairan serta pola tanam. Perbaikan
kesuburan tanah dengan menggunakan ameloran organik seperti kompos, pupuk
kandang, pupuk hijau, sisa tanaman, adalah mempunyai kemampuan untuk mensuplai
semua unsur hara termasuk unsur hara minor, meningkatkan kandungan nitrogen
organik yang mudah terurai, meningkatkan kemampuan penyangga tanah, memperbaiki
sifat fisik tanah seperti: hubungan air dengan udara, mengurangi kekerasan
tanah, memudahkan pengolahan tanah, mengurngi erodibilitas; semua terjadi
melalui pembentukan agregat tanah, serta mendorong kegiatan bilogis tanah.
Pemberian bahan organik yang optimum, umumnya condong
lebih menguntungkan organisme saprophitit dibanding yang parasitik, tetapi
bagaimanapun hal ini tidak boleh diabaikan karena efek yang negatif bisa
terjadi terhadap hama penyakit.
Suatu hal yang perlu dicatat adalah bahwa sistim
kesuburan tanah adalah hal yang sangat kompleks atau yang mempunyai banyak
faktor, sehingga sukar untuk melestarikannya dengan hanya memberi satu
perlakuan, misalnya hanya dengan memupuk atau mengapur, berbagai upaya perlu
dikerjakan secara integral untuk meningkatkan produktifitas lahan yang bersifat
lestari.
B. Hama, Penyakit, dan Gulma.
penyakit dan gulma adalah merupakan masalah besar dalam
pertanian tropis, terutama pada lahan kering. Hambatan-hambatan ini banyak
mempengaruhi hasil-hasil yang dicapai.
Pada tahun-tahun pertama setelah pembukaan lahan, akibat
dari perubahan ekosistem hutan ke ekosistem pertanian, terdapat hama-hama besar
untuk pertanian pangan lahan kering seperti babi hutan, burung, kera, walang
sangit dan lain-lain. Hama besar itu biasanya berkurang setelah beberapa tahun,
kecuali hama seperti tikus dan walang sangit.
Gulma, merupakan masalah berat pada tanaman pangan lahan
kering, terutama 2 sampai 3 tahun setelah pembukaan. Beberapa tahun setelah dibuka, bila lahan terus ditanami,
alang-alang dapat diatasi. Tetapi gulma setahun yang umurnya pendek dan banyak
membentuk biji, merupakan gulma yang sulit diatasi. Pemupukan yang salah dapat
mendorong pertumbuhan gulma dan banyak menurunkan hasil.
Masalah gulma harus diatasai dengan pola tanam yang
tepat, termasuk penggunaan mulsa dan tanaman penutup tanah. Untuk skala yang besar,
atau untuk petani maju, dapat diintrodusir kegunaan herbisida. Pengendalian
hama, penyakit dan gulma mempunyai dasar-dasar yang sama yaitu dengan cara-cara
kultur teknik, mekanik, fisik, biotik, kimia, genetik, dan dengan
peraturan-peraturan. Cara pengendalian terintegrasi dimana semua cara atau
beberapa cara yang kompatibel diintegrasikan agar dapat mencapai hasil yang
maksimal, baik dalam menghadapi satu atau semua jenis hama, penyakit dan gulma.
C. Erosi
Untuk menjaga kelestarian lingkungan, masalah erosi perlu
jadi perhatian sedini mungkin, yaitu sejak perencanaan tata ruang lahan. Untuk
tanaman pangan lahan kering, sebaiknya tidak menggunakan lahan dengan lereng
yang lebih besar dari 8%, kecuali bila digunakan teknik konservasi yang
intensif seperti pembuatan teras bangku.
Pada pertanian tanaman pangan lahan kering, erosi pada
dasarnya terjadi pada setiap lahan yang lerengnya lebih besar dari 3%, bila
tidak disertai usaha pencegahan. Erosi
juga dipengaruhi oleh panjang lereng, jumlah curah hujan, intensitas curah
hujan dan erodibilitas tanah. Setiap curah hujan yang lebih besar dari
evapotranspirasi mempunyai potensi untuk terjadinya erosi.
Kecuali pengendalian erosi secara mekanik dengan
pembuatan teras dan pengendalian secara
vegetatif dengan dengan penanaman tanaman penutup tanah, masih bayak teknik
budidaya tanaman lain yang dapat digunakan untuk pengendalian erosi seperti
pola tanam dan pengolahan tanah (pengolahan minimum, pengolahan dalam,
penggunaan mulsa, penanaman menurut jalur berlajur atau strip cropping dan
sebagainya).
Berbagai cara pengendalian erosi perlu diterapkan secara
integral pada pertanian pangan lahan kering, agar pelestarian lingkungan sejauh
mungkin dapat dikembangkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Supriatna, Nana. 2007. Sejarah untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas Program Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Grafindo Media Pratama (Hal 14-25 dan Hal 102-105)
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga (Hal 15-17)
Pusposutardjo, Suprodjo dan Susanto, Sahid. 1992. Perspektif dari Pengembangan Managemen Sumber Air dan Irigasi Untuk Pembangunan Pertanian. Yogyakarta: Liberty (Hal 26-28)
Mosher, A.T.
1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. New York: Franklin Book Programs.Inc
Tim pengajar unja.2004.Dasar-dasar Agronomi.UNJA
Harjadi, S.S.1984.Pengantar
Agronomi.Dapartemen Agronomi Fakultas
Pertanian
IPB.
PT Gramedia Jakarta.
Yogi, Sugito.1994.Dasar-dasar
Agronomi.Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Sugito, Y.1994.Dasar-dasar
Agronomi.Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
terimakasih penjelasannya..
BalasHapus