Senin, 07 Januari 2013

PENINGKATAN PRODUKSI PERTANIAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Penentuan kesesuaian lahan merupakan salah satu kegiatan dalam evaluasi lahan yang dapat membantu petani dan pelaksana pertanian untuk menentukan kesesuaian lahan dengan jenis tanaman yang akan ditanam, sebelum dimulainya proses penanaman.
Proses penentuan kesesuaian lahan ini dapat dilakukan dengan membandingkan antara karakteristik dan kualitas lahan yang akan digunakan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang akan ditanam. Terdapat banyak karakter dan kualitas tanah yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian lahan, baik yang berupa sifat kimia maupun sifat fisik. Diantara karakter dan kualitas yang akan digunakan tersebut beberapa diantaranya dapat mempunyai nilai yang kurang baik sehingga dapat menjadi faktor penghambat bagi pertumbuhan dan produksi suatu tanaman. Beberapa diantara faktor penghambat tersebut akan dapat diatasi melalui suatu tindakan atau penerapan teknologi tertentu. Hanya faktor penghambat yang tidak tergantung pada alam yang dapat diatasi melalui tindakan dan penerapan teknologi tersebut.
 
1.2 Tujuan
            Adapun tujuan penulis mengupas masalah tentang Sistem Pertanian di Indonesia adalah untuk membuka wawasan penulis tentang upaya peningktan produksi tanaman dan faktor penghambatnya.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Upaya peningkatan produksi tanaman dan faktor penghambatnya
2.1.1. Upaya-upaya peningkatan produksi
Dalam pengaplikasian konsep-konsep Agronomi untuk mencapai produksi maksimum, maka ada beberapa hal yang dapat di lakukan antara lain yaitu dengan mengatur pola tanam, melalui pola intensifikasi, diversifikasi, dan ekstensifikasi.

A.    Pola tanam
Usaha pertanian selalu diarahkan untuk mencapai hasil maksimal. Berbagai cara dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, diantaranya dengan menetapkan pola tanam.
Menetapkan pola tanam bertujuan untuk menyesuaikan waktu tanam dengan musim pada suatu sistem budidaya tanaman. Misalnya sistem budidaya tanaman di lahan kering, tadah hujan, pola tanam disesuaikan dengan pola curah hujan, sehingga diperoleh waktu tanam yang tepat. Waktu tanam yang tepat dapat mendukung pertumbuhan tanaman untuk mencapai hasil maksimal.         
Pola tanam merupakan sub-sistem budidaya tanaman yang mempunyai kaitan erat dengan ekosistem yang melatar belakanginya. Dalam setiap ekosistem tanaman dapat dikembangkan satu atau lebih sistem budidaya tanaman, dan dalam satu sistem budidaya tanaman dapat pula dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam. Setiap sistem pola tanam dipengaruhi oleh berbagai komponen yaitu agroklimat, tanah, keteknikan dan sosial ekonomi.
Kegunaan pola tanam yang berlanjut adalah memanfaatkan sumber daya optimal untuk memperoleh produksi maksimal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Keuntungan pola tanam, dapat diperoleh dengan menggunakan pola tanam yang tepat, keuntungan tersebut antara lain dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada. Intensitas penggunaan lahan meningkat, dengan memanfaatkan sumber daya lahan dan waktu lebih efisien, meningkatkan pula produktivitas lahan.
Frekuensi panen atau produksi meningkat; penanaman beberapa jenis tanaman pada suatu lahan menyebabkan seringnya petani memperoleh hasil panen dalam satu tahun. Mengurangi resiko kegagalan panen; kegagalan panen oleh serangan jasad pengganggu, maupun keadaan iklim yang kurang baik dengan mengusahakan beberapa komoditas.
Meningkatkan penyebaran tenaga kerja sepanjang tahun. Dengan ini banyak kegiatan dilapangan sehingga dapat menyebarkan tenaga kerja dan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Mencegah terjadinya kerusakan tanah arau erosi, terutama pada lahan yang berlereng, karena tanah selalu dalam keadaan yang tertutup, dan disertai dengan pengolahan tanah yang minimal.
Diversifikasi pangan dapat memperoleh hasil pangan yang beraneka ragam dan bergizi. Dengan mengusahakan beraneka ragam tanaman, maka akan diperoleh aneka ragam hasil panen yang bernilai gizi seperti : karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Efisiensi penggunaan tenaga keluarga meningkat, dan biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin. Biaya produksi seperti biaya pengolahan tanah dapat ditekan dengan pengolahan tanah yang minimal ( minimum tillage).  Biaya pengendalian jasad pengganggu dapat ditekan dengan pengendalian jasad pengganggu terpadu.
Pola curah hujan disetiap lokasi usaha tani perlu diketahui sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan pola tanam. Pola curah hujan juga dapat digunakan untuk menentukan varitas yang ditanam di suatu lokasi karena setiap varitas mempunyai kebutuhan air tanaman yang berbeda. Waktu pengolahan tanah, penanaman dan panen juga harus disesuaikan dengan pola curah hujan.  Jangan sampai terjadi air tidak tersedia pada saat benih baru tumbuh atau pada saat pengisian biji.
Untuk membuat pola curah hujan, perlu dipantau jumlah hujan yang turun setiap hari setiap bulan, dengan menggunakan penakar curah hujan. Jumlah hujan per hari dijumlahkan selama sebulan untuk memperoleh curah hujan bulanan. Bila curah hujan bulan tertentu sama atau lebih besar dari 200 mm, maka bulan tersebut disebut bulan basah; bila kurang dari 200 mm disebut bulan kering. Kemudian informasi bulanan tersebut diproyeksikan ke dalam bentuk tabel untuk pola curah hujan.   Berdasarkan pola curah hujan itulah pola tanam ditentukan dalam satu tahun.
Daerah-daerah di Indonesia yang beriklim basah mempunyai curah hujan yang tinggi, yaitu diatas 2000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun, kenyataan ini memungkinkan untuk dilaksanakan penanaman tanaman pangan atau hortikultura sepanjang tahun melalui pola tanam. Pola tanam yang telah berkembang dewasa ini di daerah lahan kering (transmigrasi), adalah pola tanam padi gogo yang dikenal dengan pola tanam A. Urutan penanamnya pada pola tanaman ini adalah tanaman jagung + padi gogo; ketela pohon-kedelai-kacang tunggak(tumpang-sari; tumpang sisip; tanam berurutan). Pola tanam ini cukup stabil karena didalamnya terdapat penanaman padi gogo yang merupakan tanaman penghasil bahan makanan pokok bagi petani.
Pola tanam ganda diartikan sebagai pola tanam pada satu areal lahan tertentu selama satu tahun ditanam dua jenis tanaman atau lebih, baik ditanam secara bersamaan atau pada waktu yang berbeda.
Tujuan utama mengusahakan pola tanam ganda adalah untuk menambah pendapatan petani, menganeka ragamkan hasil panen, agihan tenaga kerja yang merata, penggunaan tanah yang mangkus, dan tidak membiarkan tanah kosong dalam waktu yang lama. Beberapa macam pola tanam ganda akan dijelaskan pada uraian berikut.:
1.      Pola tanam campuran (mixed cropping)
2.      Pola tanam tumpang sari seumur (intercropping)
3.      Pola tanam tumpang sari beda umur (inter planting)
4.      Pola tanam sisipan (relay planting)
5.      Pola tanam sela (inter culture)
6.      Pola tanam beruntun atau rotasi (sequential planting)
7.      Pola tanam banyak tingkatan tajuk (multi srorey cropping)
8.      Pola tanam berlorong (alley cropping)
B.     Intensifikasi
Intensifikasi adalah usaha peningkatan produksi per satuan luas tertentu. Peningkatan produksi hanya dapat dicapai apabila diterapkan teknologi yang telah diuji keuntungannya. Untuk menginovasi teknologi ke tingkat petani dan petani bersedia menggunakannya, bukanlah suatu pekerjaan yang ringan, banyak faktor yang menjadi penghambat, misalnya pendidikan, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Dalam usaha mensukseskan intensifikasi perlu di tata suatu pola intensifikasi.
Intensifikasi pertanian dapat diartikan sebagai upaya pengembangan ilmu dan teknologi pertanian  di dalam penyelenggaraan usaha tani, untuk meningkatkan produktivitas lahan usaha tani dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam.
Langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas usahatani adalah dengan penerapan sapta usahatani. Usaha tersebut adalah penggunaan sarana produksi (seperti benih atau bibit unggul, pemupukan yang berimbang), perbaikan cara melakukan usahatani (pelaksanaan pengolahan tanah), pengendalian jasad pengganggu, penyediaan dan pengaturan air, perlakuan pascapanen dan pemasaran hasil.           
Tujuan dilaksanakan intensifikasi pertanian adalah untuk meningkat produktifitas lahan usaha tani, meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan kesempatan kerja. Pelaksanaan intensifkasi dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan komoditas, pendekatan wilayah, dan pendekatan usahatani.
Pendekatan komoditas, dikelola melalui bimbingan intensifikasiseperti jagung, kacangtanah dan kedelai. Pendekatan wilayah, dilakukan untuk memanfaatkan secara optimal sumberdaya alam suatu wilayah yang belum terjangkau program intensifikasi untuk mengembangkan usahatani yang cocok. Pendekatan usahatani dilakukan dengan memanfaatkan secara optimal sumberdaya tenaga dari keluarga tani dalam mengusahakan usaha tani terpadu.
C.    Diversifikasi
Diversifikasi adalah upaya mengoptimalkann sumberdaya lahan dan tenaga dalam suatu lahan usahatani melalui penerapan teknologi hemat lahan untuk mencapai produktifitas tinggi dan meningkatkan pendapatn petani. Dalam teknologi ini dikembangkan keanekaragaman tanaman budidaya khususnya tanaman pangan dan hortikultura. Disamping mempertahankan produksi beras sebagai pangan pokok, peningkatan produksi sumber karbohidrat lainnya (jagung dan umbi-umbian), dan sumber protein nabati (kacang-kacangan) perlu diperhatikan. Dibeberapa daerah di Indonesia telah mempunyai pangan pokok bukan beras seperti sagu di Maluku, ketela rambat di Irian Jaya, Jagung di Madura. Untuk mengurangi konsumsi beras dan sekaligus tetap menjaga swasembada beras, pengaenekaragaman pangan pokok di Indonesia telah diprogramkan oleh pemerintah.
Pola tanam beragam (diversifikasi) adalah pada lahan yang sama ditanam beberapa jenis tanaman penghasil karbohidrat (padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat), penghasil protein (kedele), penghasil lemak (kacang tanah), penghasil vitamin dan mineral (tanaman buahan, tanaman sayuran, kacang hijau), penghasil pendapatan lain (kelapa, sawit).
Diversifikasi pertanian ini dapat menghindarkan petani dari kemungkinan kelebihan produksi bila hanya bertanam secara monokultur. Kelebihan produksi dapat mengakibatkan masalah dalam pasca panen dan pemasaran yang akhirnya akan menurunkan harga jual komoditas tersebut.
Keragaman tanaman yang dibudidayakan tergantung kepada ekosistem, usahatani, teknologi, dan pengetahuan petani. Ekosistem di Indonesia sangat beragam, sehingga usaha budidaya juga beragam. Selain padi, berbagai tanaman dapat menjadi tanaman pokok antara lain tanaman biji-bijian (jagung, kekacangan), tanaman sayuran (tomat, kubis, kacang panjang), ubi-ubian (ketela pohon, ketela rambat, keladi), tanaman bukan pangan (tembakau, kapas), gunanya untuk meningkatkan gizi dan pendapatan. Perpaduan tanaman tahunan dan tanaman semusim juga dapat dilakukan seperti karet, kopi, cacao, dan kelapa yang dipadukan dengan tanaman yang tahan naungan seperti keladi.
D.    Ekstensifikasi
Ekstensifikasi adalah kegiatan memperluas lahan usahatani ke daerah usahatani baru dengan membuka areal potensial terutama di luar pulau Jawa. Kegiatan ekstensifikasi pada umumnya dikaitkan dengan usaha transmigrasi. Usaha peningkatan produksi pertanian melalui perluasan areal tanam dapat dilaksanakan baik di lahan kering maupun di lahan basah. Pembukaan lahan basah misalnya melalui pencetakan sawah baru, yaitu lahan basah yang secara potensial dapat dijadikan sawah (lahan pasang surut dan lahan lebak).
 Pembukaan lahan kering adalah pemanfaatan lahan kering yang potensial untuk dijadikan sawah pengairan, sawah tadah hujan, usaha perkebunan untuk tanaman industri dan tanaman buahan. Pada tanaman pangan, peningkatan produksi melalui perluasan areal tanam dengan arti sempit dengan memperehatikan intensitas tanam dari lahan yang ada, baik lahan sawah maupun lahan kering. Lahan kering di luar Jawa pada umumnya ditempati oleh jenis tanah PMK (podzolik merah kuning), untuk pengembangan diperlukan teknologi yang besar. Usaha pengembangan terutama diarahkan untuk perluasan areal tanaman perkebunan, seperti karet, kelapa sawit, dan lain-lain.
   Tujuan ekstensifikasi adalah meningkatkan produksi secara makro, memanfatkan lahan yang berpotensi untuk pertanian, menyerap tenaga kerja dan penyebaran penduduk. Contoh-contoh ekstensifikasi adalah pembukaan areal transmigrasi, perluasan perkebunan karet dan kelapa sawit melalui usaha perkebunan inti rakyat (PIR).
2.1.2. Hambatan peningkatan produksi
A. Kesuburan Tanah,
 lahan yang tersedia untuk perluasan pertanian melalui program transmigrasi umumnya merupakan lahan hutan dan lahan padang alang-alang bekas perladangan. Sebagian besar dari lahan itu terdiri dari tanah podsolik merah kuning (ultisol), di samping itu terdapat pula tanah-tanah latosol, kambisol, alluvial. Tanah podsolik merah kuning merupakan jenis tanah terbesar yang tersedia bagi perluasan areal.
Sifat-sifat tanah podsolik merah kuning adalah pH rendah, Al-dd dan kejenuhan Al yang tinggi, fosfor rendah, bahan organik rendah. Dengan adanya sifat-sifat yang kurang menguntungkan tersebut tanah podsolik merah kuning tergolong tanah yang mempunyai kesuburan tanah rendah, kemampuan mensuplai hara rendah, mempunyai kapasitas menahan kation rendah, kemampuan menahan air tersedia rendah, kemampuan mengikat erat (fiksasi) P yang tinggi dan mempunyai eradibilitas yang tinggi.
Untuk memperbaiki kesuburan kimia, fisika dan biologi lahan berbagai cara dapat ditempuh seperti : pemberian pupuk, cara pemakaian pupuk, pengapuran, pupuk organik, pengairan serta pola tanam. Perbaikan kesuburan tanah dengan menggunakan ameloran organik seperti kompos, pupuk kandang, pupuk hijau, sisa tanaman, adalah mempunyai kemampuan untuk mensuplai semua unsur hara termasuk unsur hara minor, meningkatkan kandungan nitrogen organik yang mudah terurai, meningkatkan kemampuan penyangga tanah, memperbaiki sifat fisik tanah seperti: hubungan air dengan udara, mengurangi kekerasan tanah, memudahkan pengolahan tanah, mengurngi erodibilitas; semua terjadi melalui pembentukan agregat tanah, serta mendorong kegiatan bilogis tanah.
Pemberian bahan organik yang optimum, umumnya condong lebih menguntungkan organisme saprophitit dibanding yang parasitik, tetapi bagaimanapun hal ini tidak boleh diabaikan karena efek yang negatif bisa terjadi terhadap hama penyakit.
Suatu hal yang perlu dicatat adalah bahwa sistim kesuburan tanah adalah hal yang sangat kompleks atau yang mempunyai banyak faktor, sehingga sukar untuk melestarikannya dengan hanya memberi satu perlakuan, misalnya hanya dengan memupuk atau mengapur, berbagai upaya perlu dikerjakan secara integral untuk meningkatkan produktifitas lahan yang bersifat lestari.
B. Hama, Penyakit, dan Gulma.
penyakit dan gulma adalah merupakan masalah besar dalam pertanian tropis, terutama pada lahan kering. Hambatan-hambatan ini banyak mempengaruhi hasil-hasil yang dicapai.
Pada tahun-tahun pertama setelah pembukaan lahan, akibat dari perubahan ekosistem hutan ke ekosistem pertanian, terdapat hama-hama besar untuk pertanian pangan lahan kering seperti babi hutan, burung, kera, walang sangit dan lain-lain. Hama besar itu biasanya berkurang setelah beberapa tahun, kecuali hama seperti tikus dan walang sangit.
Gulma, merupakan masalah berat pada tanaman pangan lahan kering, terutama 2 sampai 3 tahun setelah pembukaan. Beberapa tahun setelah dibuka, bila lahan terus ditanami, alang-alang dapat diatasi. Tetapi gulma setahun yang umurnya pendek dan banyak membentuk biji, merupakan gulma yang sulit diatasi. Pemupukan yang salah dapat mendorong pertumbuhan gulma dan banyak menurunkan hasil.
Masalah gulma harus diatasai dengan pola tanam yang tepat, termasuk penggunaan mulsa dan tanaman penutup tanah. Untuk skala yang besar, atau untuk petani maju, dapat diintrodusir kegunaan herbisida. Pengendalian hama, penyakit dan gulma mempunyai dasar-dasar yang sama yaitu dengan cara-cara kultur teknik, mekanik, fisik, biotik, kimia, genetik, dan dengan peraturan-peraturan. Cara pengendalian terintegrasi dimana semua cara atau beberapa cara yang kompatibel diintegrasikan agar dapat mencapai hasil yang maksimal, baik dalam menghadapi satu atau semua jenis hama, penyakit dan gulma.
C. Erosi
Untuk menjaga kelestarian lingkungan, masalah erosi perlu jadi perhatian sedini mungkin, yaitu sejak perencanaan tata ruang lahan. Untuk tanaman pangan lahan kering, sebaiknya tidak menggunakan lahan dengan lereng yang lebih besar dari 8%, kecuali bila digunakan teknik konservasi yang intensif seperti pembuatan teras bangku.
Pada pertanian tanaman pangan lahan kering, erosi pada dasarnya terjadi pada setiap lahan yang lerengnya lebih besar dari 3%, bila tidak disertai usaha pencegahan. Erosi juga dipengaruhi oleh panjang lereng, jumlah curah hujan, intensitas curah hujan dan erodibilitas tanah. Setiap curah hujan yang lebih besar dari evapotranspirasi mempunyai potensi untuk terjadinya erosi.
Kecuali pengendalian erosi secara mekanik dengan pembuatan teras dan  pengendalian secara vegetatif dengan dengan penanaman tanaman penutup tanah, masih bayak teknik budidaya tanaman lain yang dapat digunakan untuk pengendalian erosi seperti pola tanam dan pengolahan tanah (pengolahan minimum, pengolahan dalam, penggunaan mulsa, penanaman menurut jalur berlajur atau strip cropping dan sebagainya).
Berbagai cara pengendalian erosi perlu diterapkan secara integral pada pertanian pangan lahan kering, agar pelestarian lingkungan sejauh mungkin dapat dikembangkan.






BAB III
PENUTUP


Kesimpulan



DAFTAR PUSTAKA

Supriatna, Nana. 2007. Sejarah untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas Program Ilmu     Pengetahuan Alam. Bandung: Grafindo Media Pratama (Hal 14-25 dan Hal 102-105)

Badrika, I Wayan. 2006.  Sejarah untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga (Hal 15-17)

Pusposutardjo, Suprodjo dan Susanto, Sahid. 1992. Perspektif dari Pengembangan Managemen   Sumber Air dan Irigasi Untuk Pembangunan Pertanian. Yogyakarta: Liberty (Hal 26-28)
Mosher, A.T. 1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. New York: Franklin Book           Programs.Inc
Tim pengajar unja.2004.Dasar-dasar Agronomi.UNJA
Harjadi, S.S.1984.Pengantar Agronomi.Dapartemen Agronomi Fakultas     Pertanian IPB.
            PT Gramedia Jakarta.
Yogi, Sugito.1994.Dasar-dasar Agronomi.Fakultas Pertanian Universitas   Brawijaya.
Sugito, Y.1994.Dasar-dasar Agronomi.Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.



1 komentar: