I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ultisol
di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering (upland) yang tersebar
cukup luas yaitu : 48,3 juta ha, yang tersebar di Sumatera 20,6 juta ha,
Kalimantan 16,1 juta ha, Sulawesi 2 juta ha, Irian jaya 9,5 juta ha dan
sebagian kecil di Jawa berkisar 29,7 % ( Murnir, 1996 ). Sedangkan di Propinsi
Jambi luas areal lahan marjinal Ultisol 2,51 juta ha ( Dinas Pertanian Tanaman
Pangan, 2001 ).
Menurut
Sarief (1985) Ultisol memiliki konsistensi gembur di lapisan atas dan tengah di
lapisan bawah, jadi semakin bawah konsistensi ini semakin pejal. Selanjutnya di
tambahkan oleh Dudal dan Soepraptohardjo dalam
Darmawijaya (1992) Ultisol juga mempunyai kandungan bahan organik yang rendah.
Usaha
untuk memperbaiki sifat fisik Ultisol dapat di lakukan dengan cara pemberian
bahan organik. Menurut Islami dan Utomo (1995) bahan organik baru berfungsi
sebagai perekat tanah setelah mengalami penguraian. Jika bahan organik mudah
terdekomposisi peningkatan agregasi tanah segera terjadi beberapa hari setelah
penambahan bahan organik, bahan organik yang lebih sukar terdekomposisi
memerlukan waktu yang lebih lama untuk menunjukkan pengaruhnya.
Berdasarkan
fungsi bahan organik untuk memperbaiki kondisi sifat tanah, maka penambahan
bahan organik perlu di perhatikan secara serius, secara umum bahan organik
bersumber dari : (1) Pupuk Kandang, (2) Kompos, (3) Pupuk segar/hijau.
(Suharjo, Soepatini, dan Kurnia. 1993).
Dalam
rangka memenuhi kebutuhan bahan organik perlu di kembangkan alternatif baru
sebagai sumber bahan organik seperti pemanfaatan limbah industri, salah satu
industri yang menghasilkan limbah dengan jumlah yang cukup banyak yaitu
industri pabrik kelapa sawit, yang menghasilkan limbah cair maupun padat
(sludge).
Pengolahan
limbah pada dasarnya terdiri dari dua aspek, yaitu penanganan limbah dan
pemanfaatan limbah. Penanganan limbah ditunjukan untuk mengurangi daya cemar
limbah, sedangkan pemanfaatan limbah ditujukan untuk mendapatkan nilai tambah
dari limbah yang akan dibuang.
Kompos
sludge berpotensi sebagai penyangga tanah yang dapat memperbaiki sifat fisika
tanah, seperti merangsang agregasi tanah menjadi lebih baik, distribusi pori
akan lebih baik sehingga akan meningkatkan aerasi dan kapasitas memegang air
serta permeabilitas tanah (Stevenson, 1994 dalam
Darusman, 1999).
Hasil penelitian Vadari et al. (1995) menunjukkan bahwa pemberian kompos sludge 20 ton/ha
dan tingkat lengas tanah 60 % kapasitas lapang dapat berpengaruh nyata terhadap
stabilitas agregat tanah dan peningkatan stabilitas agregat mulai naik pada
takaran 10 ton/ha.
Agar
tercapainya pertumbuhan dan produksi yang optimal tanaman kedelai membutuhkan
kondisi tanah yang baik. Menurut Soeprapto (1990) kedelai menghendaki tanah
yang subur, berstruktur gembur dan kaya humus atau bahan organik, dengan pH
tanah umumnya berkisar antara 5,8-7. Nilai pH yang terlalau rendah bisa
menimbulkan keracunan Al dan Fe, pertumbuhan bakteri dan proses nitrifikasi
akan berjalan kurang baik. Pada tanah yang ber – pH tinggi (pH > 7) kedelai
sering memperlihatkan gejala klorosis,
yakni tanaman kerdil dan daun menguning di sebabkan kekurangan unsure hara
besi, sebaliknya pada tanah masam (pH < 5) kedelai juga tumbuh kerdil karena
keracunan Al dan Mn.
Menurut
Soeprapto (1990) rata-rata luas pertanaman kedelai pertahun sekitar 703.878 ha,
dengan total produksi 518.208 ton. Martodireso dan Suryanto (2001) rata-rata
produksi kedelai nasional memang masih rendah, yakni 1,1 ton/ha.
Berdasarkan
uraikan diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul:
PEMANFAATAN KOMPOS LIMBAH PADAT (SLUDGE) PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP AGREGAT
ULTISOL DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine
max (L) Merr).
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh limbah
padat (sludge) pabrik kelapa sawit terhadap agregat Ultisol dan hasil tanaman
kedelai.
1.3. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
terutama sebagai informasi tentang kompos limbah padat (sludge) pabrik kelapa
sawit dan pengaruhnya terhadap perbaikan agregat Ultisol.
1.4. Hipotesis
Berdasarkan uraian dan permasalahan-permasalahan dalam penelitian, maka dapat disusun
hipotesis sebagai berikut :
1)
Kompos
sludge berpengaruh terhadap agregat Ultisol.
2)
Dari
berbagai dosis yang diberikan akan diperoleh dosis yang terbaik terhadap hasil
tanaman kedelai (Gycine max (L)
Merr).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar